Kamis, 13 Desember 2012

PP 82/2012 UU IT dan wajib daftar ke Menkominfo

   Setelah terlambat lebih 2 tahun sejak jatuh tempo April 2010, tujuh Peraturan Pemerintah (PP) RI telah ditandatangani oleh Presiden RI dan diundangkan 15 Oktober 2012. Sayangnya PP ini dibuat kolektif (payung) dalam satu PP bernama Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE) atau PP 82/2012. 
    APW (Asosiasi Pengusaha Warnet) dan Mastel ikut hadir Sosialisasi Perdana PP PSTE oleh Dirjen Aplikasi Informatika (APLIKA) Dr Ashwin Sasongko dan Sekretaris Dirjen Ir Djoko Agung Kemkominfo November 26, 2012 di Ritz Carlton, Jakarta.
    Sebelumnya APW sempat tidak sabar menunggu dan protes mengenai keterlambatan sembilan PP dari UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU 11 / 2008) ini, dimana satu PP Penyadapan Legal (LawFul Interceptions PP LFI) di amandemen oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dari PP menjadi UU. Semestinya MK meningkatkan majoritas dari tujuh PP PSTE juga menjadi UU dan politisnya mengapa kok hanya PP LFI ini saja yang diprioritaskan oleh MK menjadi UU ?
    Mungkin karena proses drafting PP ini sudah terlambat, sehingga banyak faktor sukses lahirnya sebuah PP tidak dijalankan termasuk antara lain Sosialisasi Draft RPP (Rancangan PP) yang jelas diatur pada UU 36/1999, misalnya bahwa sebuah Rancangan UU (RUU), PP (RPP) dan RPM (Rancangan Peraturan Menteri) semestinya harus melalui uji publik misalnya Rapat Dengar Pendapat dengan Publik (RDPP). Sayangnya banyak LSM seperti Mastel, APW, Apkomindo dll merasa tidak pernah dilibatkan dalam proses drafting dan menjadi PP ISTE dari RPP, sehingga masyarakat telematika merasa hanya sebagai objek sosialisasi. PP ISTE terasa tidak merepresentasikan apa yang diharapkan, sehingga Mastel sendiri merasa sebaiknya PP 82/ 2012 ini dibatalkan, sedangkan APW memilih jalur amandemen melalui MA (Mahkamah Agung).
     Namun Djoko Agung mewakili Pemerintah merasa sudah melakukan uji publik dengan mengundang Bank Indonesia (BI) dan beberapa institusi dari kelompok industri Perbankan, dan akan mengecek apakah pernah mengundang Mastel. Namun memang kenyataannya APW dan beberapa asosiasi yang hadir merasa belum pernah di undang. Padahal 2000-2004, APW ikut aktif sebagai anggota pokja drafting RUU, membidani Draft akademis RUU Cyberlaw atau T.I dan RUU IETE yang kemudian dimerger menjadi cikal bakal UU 11/2008.
     Berpikiran positif terhadap upaya Kemenkominfo, APW mengajukan beberapa masukan jika akan dilakukan amandemen PP 82/2012 sebagai berikut.
     Pertama, paragraph “Mengingat” dalam PP PSTE ini terasa sangat minim hanya memasukkan UUD 1945 dan UU ITE saja, namun melupakan beberapa UU sebelumnya yang sangat strategis seperti UU Telekomunikasi (UU TEL 36/1999) , UU Keterbukaan Informasi Publik ( UU KIP No 14/2008), UU Rahasia Dagang (RD No 30/2000 bagian dari UU HaKI yang fokus pada kepemilikan intelektual database misalnya), serta UU terkait lainnya, karena cakupan UU ITE dan PP ini luas;
    Kedua, Tujuh PP PSTE ini semestinya berbentuk seperti UU ETA (Eletronics Transaction Acts) ? Mengapa tidak di amandemen seperti PP LFI menjadi UU ? Jika kita benchmark dengan UU di negara lain seperti Malaysia, AS, Singapura sudah mengikuti peraturan UNCITRAL (United Nations Commission on International Trade Law) Model Law on Electronic Commerce, seperti Singapore ETA yg dilahirkan satu dekade sebelum UU ITE yaitu 10 July 1998 terdiri dari ribuan pasal dan ayat lengkap dengan penjelasannya (comments) yang sangat komprehensif, sedangkan satu dari tujuh PP PSTE, misalnya PP Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PP PSE) ini hanya berisi ratusan paragraph dan belasan halaman, sehingga hampir tidak mengatur apa-apa dan sifatnya terlalu generalis (lex generalis) dibandingkan dengan UU ETA di Singapura misalnya. Dampaknya PP PSE ini masih sangat tergantung pada 6 PM (Peraturan Menteri) yang saat ini masih berbentuk RPM (Rancangan Peraturan Menteri) dari 17 RPM untuk seluruh PP PSTE, bayangkan ?
Sehingga siapapun yg memanfaatkan PP PSTE dan UU ITE ini akan sering menemui jalan buntu, karena harus menunggu RPM.
     Inilah masalah besar yang dihadapi industri dan masyarakat Telematika atau TIK ini, karena UU ITE diharapkan dapat memayungi industrinya, kalau dulu harus menunggu empat tahun untuk tujuh PP nya, sekarang PP PSTE ini masih harus menunggu tujuh belas PM nya, sampai entah kapan ?

PP PSE (Penyelenggaraan Sistem Elektronik)
     Jika kita fokus hanya pada satu dari tujuh PP, misalnya PP PSE, maka kita akan khawatir sebagai pengusaha dalam mata rantai industri telematika (telekomunikasi, informatika/IT dan Media elektronik). Mengapa ?
     Pertama, coba kita telusuri mulai dari DefinisiSistem Elektronik(SE) di Bab 1, Ayat 1, maka yang dimaksudkan hampir semua sistem di sektor telematika dari hilir seperti Warnet, Wartel, Aplikasi Internet, Cloud Computing, ATM, ISP, ASP, Credit Card, BBMessenger, OTT (Out of the Top seperti Facebook, Google, Twitter dll), PABX, hingga hulu seperti PT Telkom, Wireless Operator /VSAT, Station TV, Media Elektronik dan Internet lainnya.
     Kedua, Bab 1, Pasal 1, Ayat 4 mengenai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), jelas meliputi semua penyelengara atau usaha yg disebut di Ayat 1 SE ini diatas.
     Ketiga, Pasal 3 (ayat 2) dibagi menjadi Publik dan Non-Publik, dimana hampir semua warnet, wartel sampai PT Telkom jelas kategori publik; dan Pasal 5 (ayat 1) PSE Publik ini harus mendaftar kepada Menteri (Pasal 5, ayat4).
     Keempat, Pasal 5 (ayat 3) bahwa Kewajiban Pendaftaran ini harus sebelum beroperasi, namun untungnya ada Pasal 84 ayat 2 halaman 38 mengenai Peraturan Peralihan dimana PSE Publik seperti warnet, ISP ini diberi tenggang waktu hanya 1 tahun. Namun apakah cukup ?
Sedangkan Pasal 5 (ayat 5) Semua diatas diatur dalam PM yang jelas belum terbit, entah sampai kapan akan lahir PM nya, padahal tenggang waktu bagi pengusaha telematika hanya 1 tahun ?
Kesimpulan
     Pertama, PP PSTE ini tampak dikejar deadline dan sudah terlambat, sehingga proses dengar publik kurang diperhatikan. Semestinya kritik APW ini bisa jadi masukan, jika PP masih berbentuk RPP (rancangan), namun terpaksa menjadi kritik karena PP sudah ditandatangani oleh Presiden RI. Suatu pelajaran berharga bagi Menkominfo untuk selalu mendengarkan publik, transparan dan semoga ini dilakukan dengan RPM yang masih dalam bentuk draft rancangan.
    Kedua, Masyarakat, Akademisi dan Asosiasi Bisnis semestinya jangan dijadikan objek pelengkap untuk mendengarkan saat sosialisasi, namun juga subjek yang ikut proaktif serta partisipatif dan transparan membangun Peraturan perundangan yang kondusif dan bermanfaat bagi industri dan masyarakat telematika nusantara di NKRI.
     Ketiga, Masukan dari Asosiasi mesti ditampung oleh Menkominfo dan semoga PP dapat segera di amandemen dan RPM nya dapat segera terbit dengan kerjasama yang harmonis, inklusif antara Pemerintah, Masyarakat dan Asosiasi Telematika.
Jika ingin mengetahui tanggapan resmi Kominfo, klik dan select file yg akan didownload: tech.groups.yahoo.com/group/APWKomitel/files/UUnPP/
=====
Dari berita di Bisnis 27 Mar 2013 (acara kemarin), menurut pak Joko draft RPM Pendaftaran Perusahaan Internet (PSTE) sdh ditandatangani.

Kapan uji publik dan FDG karena khan kalau membaca PP 82 2012 deadline 8 bulan lagi Okt/Nov 2013 tahun ini ? Tidak lama lagi sepertinya masyarakat harus aware akan draft PerMen nya segera untuk persiapan.

Informasi lebih detail klik:


Memang yang urgent yah RPM PSTE kalau 9 yang lain semoga juga segera mendapatkan RPMnya untuk dipelajari.

Sebagai informasi, dulu ketika kami masih baru memulai usaha disektor IT dan bikin usaha warnet, webhosting kondisinya masih wild wild west, namun tidak terlalu banyak aturan yang menghambat start up / usaha pemula ketika kami baru mulai (1980s-90s), cukup domisili, akte, SIUP sudah bisa berdiri dan ikut tender perlu surat prakualifikasi TDR dari kelas kecil sampai besar cukup murah dan tidak mahal.
Sekarang perlu dokumen macam macam...  dari pendirian perusahaannya, sertifikasi produk nya , softwarenya dan apalagi jika ingin produksi dalam negeri perlu banyak dokumen pelengkap... sehingga untuk mulai bisnis semakin sulit dan complicated.
Acungan jempol bagi yang masuk kedalam industri saat saat ini dan kedepan, karena memang butuh semangat tinggi dan biaya besar.
Semoga hal seperti ini menjadi pertimbangan Pemerintah Kedepan kalau masih percaya pada kekuatan UKM nya.


 

6 komentar:

Unknown mengatakan...

aplikasi atau kasus yg umum seandainya kita ngeblok di Internet, maka khan yang membaca publik, dengan PP PSE ini apakah seorang blogger juga harus daftar ke Menkominfo sesuai ayat yg ada di artikel blog diatas ini ?
Ada komentar dari tim sosialisasi PP atau dari para blogger ?

Unknown mengatakan...

ott (over the top) dan clouder eh pemain cloud juga included :-)

Unknown mengatakan...

banyak bisnis sertifikasi 2013. Ada sertifikasi standar pelayanan, sertifikasi hardware, sertifikasi software plus jasa repository (penitipan), sertifikasi profesi dan staff ... apalagi masih banyak... :-)

Unknown mengatakan...

Sudah dapat tanggapan dari Kementrian Kominfo atas Surat APW ke Kominfo dapat di download di:
http://f1.grp.yahoofs.com/v1/0EruUOg2s04CLRqdV-0MI2uDctZd6a5MLgnJINKv9z5RJqft6bK9zzJCkfnVUrrJM5PeIJm8NhkMVLNkq80C/UUnPP/Jawaban%20Atas%20Tanggapan%20APW%20Komitel%20Mengenai%20PP%20PSTE.pdf

sedangkan Surat APW ke Kominfo dapat dilihat di:
http://apwkomitel.blogspot.com/2012/12/asosiasi-pengusaha-warnet.html

noname mengatakan...

saya izin ngutip buat saya muat di telkomedia.com atas nama pak rudi rusdiah sbg penulisnya..

Unknown mengatakan...

thanks for the attentions pak arif.