Diskusi dengan rekan komunitas di milis APW, Mastel dan Telematika:
1. Kabarnya dari teman diinstusi terkait, laporan mengenai jumlah yg
ditenggarai merugikan negara Rp 1.3 T ini di PTUN khan
oleh pengacaranya Indosat... apa betul ?
Jika betul... kenapa tidak langsung saja Keputusan Kejagung yang di PTUN khan ?
2. Accounting Principle apa yg digunakan oleh BPKP dalam menghitung kerugian negara sebesar Rp 1.3 T ini ?
Setahu
saya Indosat telah membayar upfront fee Frekwensi 2.1Ghz ini artinya
berdasarkan prinsip debit dan credit serta jual beli jasa/lisensing ini
Negara sudah menerima uang sebesar Rp 1.89 Triliun loh (Kompas, Rabu, 9 Jan 2012, halaman 5) dan juga baik Indosat dan IM2 sudah bayar BHP serta USO (Kompas).
Artinya
Indosat dapat menggunakan frewensi yang sudah dibayar ini untuk misalnya
dijual atau disharing dengan pelanggannya apakah itu pelanggan
corporate umum atau IM2 anak perusahaannya dengan harga yg ditentukan
oleh Indosat agar bisa memperoleh omset penjualan dan keuntungan
tertunya.
Pelanggan baik corporate atau IM2 khan
semestinya kalau mau bayar yah ke Indosat bukan lagi kenegara karena khan frewensi tersebut sudah dibayar oleh Indosat.
Jika
IM2 ditenggarai merugikan negara Rp 1.3T artinya IM2 harus membayar
negara Rp 1.3 T , maka negara menerima dobel pembayaran dong sebesar Rp
1.89 T upfront fee dll yg sudah dibayar oleh Indosat plus dendanya IM2
Rp 1.3 Triliun.
Ini sangat aneh bin ajaib berdasarkan pengetahuan
saya menggunakan accounting principle jual beli jasa (telekomunikasi
atau frekwensi) ?
3. Dari kacamata prinsip ekonomi, jika Indosat sudah bayar
up front fee untuk Frekwensi 2.1Ghz ini sebesar Rp 1.89 T , maka
Indosat tentu berhak menjual kembali sebagai jasa layanan telekomunikasi
menggunakan frewensi ini secara bebas bisa dengan corporasi pelanggan
dengan perhitungan cost benefit kepada pelanggan dan tentu juga bisa
saja dijual dengan harga yg disepakati oleh Indosat dan IM2 secara
intern sesuai kontrak kerjasama yg sudah disetujui oleh Kementerian
Kominfo dimana besarannya bukan lagi urusan negara khan karena negara
sudah menerima pembayarannya (Rp 1.87 T).
Ini jadi preseden yang sangat aneh.. artinya
siapapun konsumen di Indonesia atau anda pun yg menggunakan frekwensi provider utk layanan Internet anda harus
bayar lagi ke Negara, selain ke prinsipalnya, jadi akan terjadi dobel bayar seperti kasus Indosat IM2 ini...
dan ini akan jadi jurispudensi aneh dan salah kaprah di komunitas
Telematika atau warnet pelanggan Indosat Im2 :-)
catatan: jika tidak bayar dobel ke ISP dan Negara artinya bisa ditenggarai merugikan negara ? Siap siap saja ISP dan Warnet lain yang sharing frekwensi dengan principlenya misalnya Telkom atau Indosat ?
Sungguh cara perhitungan yang super aneh, bagi kami pelanggan IM2 dan semestinya keanehan seperti
coba dihitung kembali oleh BPKP
agar tidak terjadi chaos di kalangan pengguna jasa Internet, karena
model kerjasama sharing frewensi ini umum dikalangan ISP dan Warnet.
Karena tuntutan dan keputusan kejagung berdasarkan laporan BPKP dan
tentu BPKP bisa saja mengamandemen laporannya jika salah khan ?
Apa teman teman kami di BPKP dan di Kominfo bisa konfirmasi atau menjelaskan
otherwise dengan transparansi perhitungannya ?
Kirim komen ke Rudi Rusdiah dibawah ini. Januari 9 2013
======
Komentar-Komentar di milis descending order jadi yang terakhir malah dibawah:
======
[Waringin30]Saya sebenarnya dalam posisi sulit untuk menanggapi kasus ini. Silahkan dibaca
pandangan pribadi saya yang tidak secara khusus terkait substansi kasusnya:
http://pojokgagasan.blogspot.com/2013/01/peran-kaum-profesional-dalam-penegakan.\
html?m=1
---
[rr] sebagai informasi teman teman di milis, ini adalah email dari pak Rudy
Harahap...beliau teman baik saya kebetulan berada di posisi sulit karena beliau
adalah dari BPKP...
========
From: Ahmad Hazairin <
don_febi@yahoo.de>
To: "Telematika@yahoogroups.com"
Sent: Wednesday, January 9, 2013 11:17 AM
Subject: [Telematika] Bagaimana prinsip accounting dan hitungan BPKP dasar
keputusan Kejagung ?Bisakah di amandemen jika salah ?
Pak Rudi,
mungkinkah
BPKP dan Kejaksaan melihat model bisnis frekuensi ini seperti model
bisnis lisensi pembelian software yang hanya untuk digunakan sendiri dan
tidak boleh dijual kembali ke pihak ketiga?
---
[rr] pak ahmad,
Indosatpun
tidak akan menggunakan nya untuk dirinya sendiri tapi untuk dijual
kepelanggannya khan, karena memang Indosat adalah perusahaan jasa
telekomunikasi, jadi bukan seperti pelanggan akhir dari software
Microsoft misalnya yg tidak boleh di resale (warnet saja harus ada
lisensi khusus setelah diprotes keras oleh warnet di Indonesia).
---
Kalo
masalah kerugian yang 1,3T itu ya memang repot jika cara pandang
awalnya adalah bersalah dulu lalu cari nilai kerugiannya. Semestinya
apakah dibalik, cari dulu nilai kerugiannya lalu dianggap bersalah?
Atau bisa juga bersalah dulu secara aturan
tapi belum tentu ada kerugian materiil?
---
[rr] 1. jika Kejagung benar dan IM2 harus membayar Rp 1,3T artinya negara menerima dobel :
a. yang pertama dari Indosat sudah bayar upfront fee Rp 1.89 T (data dari Kompas hal 5 , Jan 9 2012)
b. yang kedua dari IM2 sebesar Rp 1.3 T
Jurispudensi
kasus ini merembet ke semua lini pelanggan akhir (warnet konsumen),
penggunaan frekwensi sharing antara ISP dengan prinsipalnya dan jika
anda berlangganan dengan ISP atau ISP dengan Indosat harus juga bayar
lagi kerugian negara yg sudah berjalan... weleh weleh
akan chaos dunia Internet kita kedepan dan suram sekali ?
salam, rr - apw / mastel
===========
From: "Ardi Sutedja K., CISA, CISRM/NSA-IAC
Baru tahu ya kalau di indonesia itu skg berlaku hukum ”tembak dulu, baru bertanya kemudian”.
Ardi
===
From: Arnold Djiwatampu <arnold@tt-tel.com>
To: Telematika@yahoogroups.com; mastel-anggota@yahoogroups.com
Harus hati-hati.
Menjual frekwensi kepada perusahaan atau pihak lain harus pakai izin
Menteri, walaupun di AS dll diperkenankan.
Yang boleh adalah menjual jasa dimana jaringannya (yang menggunakan
frekwensi) kepada pihak lain.
Mengenai menggugat lewat PTUN harus pandai-pandai mencari obyek perkara
berbeda, jadi tidak boleh asal menggugat balas dendam untuk perkara
yang sama.
Salam,
APhD
====
From: Ahmad Hazairin <don_febi@yahoo.de>
Mengenai Indonesat dengan IM2 ini bagaimana ya pak, apakah Indosat bisa dipandang 'menjual kembali' hak menggunakan frequensi?
Atau
Indosat memang telah membangun sistem komunikasi di atas frequensi yang
sudah dia dapatkan lisensinya lalu sistem komunikasi tersebut dia jual
kembali untuk menembus pasar?
Salam
Febi
===
From: Taufik Hasan <tfk252hsn@gmail.com>
To: "telematika@yahoogroups.com" <telematika@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, January 9, 2013 1:25 PM
Wah jangan-jangan Kejagung kesimpulannya seperti ini pada kasus Isat-IM2, dalam menafsirkan UU Tel, PP 51 dan PP 52.
Powered by Lithium Ion Battery®
======
From: Ahmad Hazairin <don_febi@yahoo.de>
To: "Telematika@yahoogroups.com" <Telematika@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, January 9, 2013 1:25 PM
Iya pak Taufik,
kalo
Indosat begitu saja menjual hak pakai frequensi yang telah didapatkan
dari tender tanpa memberi nilai tambah terlebih dahulu, memang bisa
diperdebatkan secara hukum. Lain jika Indonsat sudah memberi nilai
tambah terlebih dahulu semacam membangun sistem komunikasi di frequensi
tersebut lalu menjual sistem tersebut untuk pemasaran ke
pelanggan/pengguna langsung.
Salam
Febi
========
From: Taufik Hasan <tfk252hsn@gmail.com>
To: "telematika@yahoogroups.com" <telematika@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, January 9, 2013 1:48 PM
Ya itu repot kalau sdh merasa benar interpretasinya, kemudian pandangan
ahli, praktisi dan pemeriksaan lapangan (identifikasi frk yg
dipancarkan dg MCC/MNC) diabaikan.
Powered by Lithium Ion Battery®
====
From: "rrusdiah@yahoo.com" <rrusdiah@yahoo.com>
To: "APWKomitel@yahoogroups.com" <apwkomitel@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, January 9, 2013 1:55 PM
Agar
lebih mudah mengertinya bagi yg awam, yang scarce (scarcity) khan
frekwensinya makanya disharing dengan teknology...semakin canggih
teknologynya maka semakin banyak informasi yg bisa dishare di frekwensi
tersebut, apalagi dengan frekwensi yg lebih tinggi misalnya fiber atau
sinar laser, maka semakin banyak yg bisa sharing pipa tsb (Menurut
Gilder George (2000) Telecosm ).
Jadi transmisinya melalui udara
dimana informasi menumpang difrekwensi tersebut, bisa diartikan
frekwensi adalah mediumnya seperti udara atau ada yg menyebutnya channel
(kanal) atau bisa juga pipanya... sedangkan informasi sebagai content
atau airnya...mengalir sampai jauh bak bengawan solo :-)
Kalau menurut Kompas khan IM2 tetap harus bayar BHP memanfaatkan frekwensi dan USO nya.
Sedangkan Indosat bayar spektrum
alokasi karena frekwensi ini scarcity medium... seperti tender 3G, 4G frekwensi.
Bagaimana menurut pak TH dan pak Aph
salam, rr - apw / mastel
====
pak taufik
Sepertinya kita setback kalau urusannya soal administrasi, no trust dan interestnya hanya untuk mengisi kas negara.
Padahal challenge pembangunan rural , infrastruktur masih ambruladul
kaga keruan, malah semestinya pemerintah memfasilitas bukan merepotkan
seperti ini.
not only weird...but very stupid... cocok sekali kalimat "Jika bisa dipersulit... kenapa harus dipermudah" :-)
salam, rr - apw
====
From: Taufik Hasan <tfk252hsn@gmail.com>
To: mastel-anggota@yahoogroups.com
Kalau penyidik memang menemukan adanya penggunaan frek 2,1 GHz oleh IM2, mestinya ada BTS, yang beridentifikasi milik IM2.
Misalnya harus ada Mobile Country Code (MCC) dan Mobile National Code (MNC), selain LAC dan CID, yang bisa diidentifikasi di HP.
Dalam kaitan untuk roaming, ini kemungkinan perlu untuk didaftarkan
(GSMA?) supaya bisa dilakukan "setllement of account" atau hal semacam
itu dengan operator yang pelanggannya masuk Indonesia dan pakai BTS IM2.
Secara bisnis, apa bisa diklarifikasimungkinkah IM2 ikut2an membangun BTS, padahal bisa sebagai penyelenggara jasa saja?
Weird?
Salam
TH
======
From: Taufik Hasan <
tfk252hsn@gmail.com>
Wah belum satu persepsi tuh, Pak RR
Yang kita perlu satu persepsi adalah tidak ada sharing frekuensi mohon
dilihat lagi email saya sebelumnya. Bahwa IM2 bayar BHP dalam hal ini
Biaya Hak Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi (BHP Jastel) bukan Biaya
Hak Penggunaan Frekuensi (BHP Frekuensi) dan USO, bukan karena
memanfaatkan frekuensi (apalagi kalau ini disebut sharing), tapi sebagai
perusahaan yang bergerak dibidang telekom/IT. Semua pemilik hape
memanfaatkan frekuensi, tapi tidak bisa disebut sharing frek dengan
operatornya. Sekali lagi, menggunakan frekuensi artinya menduduki
spektrum, dan tidak ada entitas lain yang bisa menggunakannya, kalau
tidak akan interfernsi
---
[rr]pak
Taufik:
Kalau persepsi kami sharing frekwensi artinya satu frekwensi (2.1Ghz)
oleh Operator penyelenggara jaringan (Indosat yg sudah dialokasi karena
sudah bayar upfront fee alokasi) dan dipakai beramai ramai baik oleh
operator jaringan dan banyak end users (pengguna jasa) dan tidak
terjadi interferensi antara users karena masing paket yg dikirim ada
addressnya (ID source dan destination), analoginya seperti IP paket
mengalir disebuah kabel (pipa) bersama jutaan paket sharing pipa
tersebut, dimana usernya bayar jasa telekomunikasinya seperti USO dan
BHP nya.
entahlah itu persepsi saya menggunakan frekwensi untuk bandwidth sharing.
salam, rr - apw
---
IM2 (dan banyak lagi ISP lain, juga penyelenggara jasa lain, VSAT misalnya) memanfaatkan jaringan dari penyelenggara jaringan, dalam rangka menyelenggarakan jasa kepada pelanggannya (itu UUTel dan PP52)
Pelanggan/pengguna membayar pelayanan jasa kepada IM2, yang pada gilirannya membayar penggunaan jaringan kepada Indosat.
Salam
TH_________________________
Registered Linux User #482390
====
From: Ahmad Hazairin <don_febi@yahoo.de>
To: "Telematika@yahoogroups.com" <Telematika@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, January 9, 2013 4:01 PM
[febi]Yang gampang gini aja coba: yang memiliki infrastruktur komunikasi seluler itu Indosat atau IM2?
---
[rr]
persepsi saya... Indosat adalah operator yang punya ijin jaringan
telekom dalam hal ini karena sudah bayar up front fee 2.1 Ghz yah
jaringan ini.
IM2 adalah user pengguna jasa (tepatnya penyelenggara jasa karena di resale :-) ... gitu pak tapi itu persepsi saya
---
[febi]Kalau
misalnya yang menyediakan infrastruktur (BTS, server, etc.) adalah
Indosat maka indosat tidak jualan alokasi frequensi, melainkan jualan
sistem.
Tapi kalo infrastruktur itu semua dibangun oleh IM2 maka
artinya indosat hanya jual kembali hak pakai frequensi, gak investasi
modal lagi (ini bisa digugat menurut saya).
---
[rr] menurut
UU 36/1999 dan PP nya yang boleh bangun infrastruktur khan operator
jaringan dalam hal ini tentu Indosat, sedangkan IM2 khan pengguna
jasanya... ngak perlu bangun
jaringan (dan tidak boleh harus ijin Menteri :-)
Tapi terus apa
kaitannya ini dengan Rp 1.3 T ha3x... yg dianggap tidak dibayar oleh si
IM2 yang sebetulnya cuma pengguna jasa layanan...cukup bayar BHP dan
USOnya saja khan ... buat saya aneihnya disini dan mungkin Kejagung juga
bingung ha3x... :-)
atau ada paradigma orang jaringan dan orang hukum soal ini :-)
entahlah... cmliiw...
salam, rr - apw
---
diskusi selanjutnya... menurut pak TH sensitif menggunakan istilah sharing...beliau gunakan istilah berbagi (guna) :-)
anyway... very peculiar... indonesiana... :-)
----